Beberapa tahun lalu terjadi ribut-ribut terkait kedatangan Irshad Manji yang ditolak oleh sebagian kelompok masyarakat yang menggunakan cara-cara intimidatif. Sayang sekali, cara-cara seperti itu justru memberi promosi gratis dan rasa simpati pada Irshad Manji yang sebelumnya tidak dikenal secara luas.
Sejujurnya, saya bukan penggemar Manji. Sama sekali. Saya jelas-jelas bukan penganut pemikiran Islam liberal maupun progresif. Namun saya berharap kelompok masyarakat yang tidak setuju pada pemikirannya menggunakan cara-cara yang lebih cerdas, elegan dan efektif dalam membongkar lemahnya pemikiran Irshad Manji. Seperti yang dilakukan Dalia Mogahed, misalnya.
Dalia Mogahed, adalah hijaber pertama yang diangkat menjadi salah satu penasihat Presiden Amerika Serikat [Obama]. Ia juga adalah direktur eksekutif di Gallup Center for Islamic Studies. Tahun 2007, Dalia Mogahed bersama John Esposito mengeluarkan buku “Who Speaks for Islam?” yang berisi hasil riset Gallup selama enam tahun tentang pemikiran masyarakat muslim. Setelah membeli dan membaca buku itu beberapa tahun lalu, saya penasaran dan mencari video Dalia Mogahed di YouTube. Saat itulah saya menemukan video diskusi/debat antara Dalia Mogahed dan Irshad Manji di tahun 2008.
Dalam acara debat itu kita bisa melihat ketajaman pemikiran Dalia Mogahed, pemahamannya yang mendalam tentang Islam, serta kelancarannya mengajukan argumen-argumen dalam menanggapi pemikiran “Islam progresif” Irshad Manji. Saat Irshad Manji menyatakan bahwa reinterpretasi terhadap Quran dan hukum-hukumnya diperlukan untuk menghadapi radikalisme Islam, Dalia Mogahed menunjukkan bahwa justru yang dilakukan kaum radikal adalah reinterpretasi yang menyimpang dari pemahaman ijma’ ulama konservatif Islam.
Ia memperlihatkan bahwa radikalisme dan liberalisme Islam adalah sama-sama “penyimpangan” yang seharusnya dapat dihindari apabila kaum Muslim kembali dan mempelajari secara sungguh-sungguh tentang agamanya. Ia menunjukkan bahwa ketidaksetujuan terhadap radikalisme Islam tidak perlu membuatnya menjadi seorang Islam liberal. Kita tidak hidup di dunia dengan dua polar ekstrem. Islam yang moderat bukanlah Islam yang radikal, namun juga bukan berarti Islam yang liberal.
Saya pun setuju pada pendapat seorang teman bahwa radikalisme dan liberalisme sesungguhnya adalah tanda kurangnya pemahaman tentang Islam. Analoginya seperti tempat menyimpan air wudhu yang kecil dan di dalamnya terdapat najis sehingga menyebabkan air itu suci namun tidak menyucikan [tidak dapat dipakai berwudhu].
Apabila air wudhu itu disimpan dalam tempat yang semakin besar, maka najis itu menjadi semakin tidak relevan. Demikianlah najis itu adalah pemikiran radikalisme maupun liberalisme. Semakin banyak pemahaman kita akan Islam, semakin tidak relevanlah pemikiran-pemikiran itu untuk kita. Sungguh indah apabila muncul banyak intelektual muda yang paham dan cinta pada agamanya seperti Dalia Mogahed ini di antara kaum muslim di Indonesia. Semoga.
(Kreshna Aditya)
Antara Irshad Manji dan Dalia Mogahed