Jejaring Solidarisme Koruptor

koruptor

Beberapa waktu lalu, di tahun 2012,  Komisi III DPR pernah menolak dan mengusir KPK dari rapat kerja karena mempersoalkan pengesampingan atau pendeponiran kasus terkait Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Perilaku politik tersebut semakin memperjelas dimensi sosiologi korupsi yang menyebabkan korupsi susah ditaklukkan, yaitu solidarisme koruptor. Solidarisme merupakan konstruk pemahaman yang sengaja dibangun dan dianut secara sosial diantara anggota suatu komunitas.

Solidarisme muncul dalam bentuk hubungan saling melindungi, menyelamatkan, serta berempati diantara anggota jejaring sehingga terbentuklah kesatuan yang kuat tak tergoyahkan. Namun solidarisme yang tumbuh di dalam jejaring koruptor merupakan petaka bagi bangsa ini.

Tengok bagaimana politisi DPR bahu membahu menggolkan proyek pembangunan Gedung baru senayan senilai 1.16 Trilyun Rupiah. Masyarakat percaya poryek itu hanyalah bagian dari kerja jejaring solidarisme koruptor. Nasib negara bangsa Indonesia sulit terbayangkan deritanya jika jejaring solidarisme koruptor tidak dilawan!

Hukum sempoyongan

Senyatanya solidarisme koruptor begitu digdaya di negeri ini, pantaslah penegakan hukum menjadi reyot tak mampu menembus pertahanan mereka.  Para mafia hukum, pengemplang pajak, dan pelaku korupsi lainnya bahu membahu saling memberi dukungan dan perlindungan.

Melalui sumberdaya politik, ekonomi, pun sumberdaya sosial kulutral anggota jejaring koruptor saling memberi empati. Praktik solidarisme terlihat jelas di mata publik ketika para elite partai menjenguk para tersangka korupsi, pimpinan partai membela anggotanya yang terindikasi korupsi, atau presiden yang terkesan membiarkan ‘hilang’ skandal-skandal korupsi nasional.

Praktik solidarisme tersebut tentu juga terus bekerja di dalam suatu jejaring elite yang bertujuan jelas, menyelamatkan para anggotanya dari jerat hukum dan mempertahankan lalu lintas korupsi yang sudah dikuasai. Serta bukan hal mustahil bahwa solidarisme koruptor inilah yang melanggengkan kekuasaan di istana.

Kokohnya jejaring solidarisme koruptor secara sistematis telah memukul sempoyongan penegakan hukum di Indonesia. Sedikitya kasus korupsi yang terungkap, hukuman yang terlampau ringan, perlakukan istimewa di penjara, sampai remisi untuk koruptor yang murah meriah adalah tanda dari kondisi hukum yang sempoyongan.

Satu kondisi yang merupakan surga bagi para koruptor dan mafia hukum lainnya untuk merampok ria kekayaan negeri ini. Hukum sempoyongan telah menyebabkan berbagai skandal korupsi sulit terungkap secara gamblang dan terbongkar sampai akarnya. Sebut saja yang masih hangat seperti Skandal Century dan mafia pajak Gayus, dua kasus ini tak bisa terungkap penuh, hanya menyentuh kulitnya.

Skandal Century diindikasikan telah ditransaksikan menjadi setgab koalisi pemerintahan SBY, sedangkan kasus mafia pajak Gayus bukan tidak mungkin dalam proses transaksi diantara jejaring koruptor dalam struktur kekuasaan. Publik akan segera mengetahui bentuk transaksi politik itu dalam waktu dekat. Singkatnya transaksi politik di Indonesia jelas merupakan kerja solidarisme koruptor dan hanya bisa berlangsung pada kondisi hukum sempoyongan.

Memecah solidarisme

Kenyataan adanya jejaring solidarisme koruptor yang bekerja aktif membuat sempoyongan hukum, cara menganganinya adalah dengan memecah jejaring solidarisme koruptor itu sendiri. Solidarisme sebagai bentuk pemahaman yang sengaja dibangun secara sosial bukan tidak mungkin dipecah dan dikurangi kekuatannya.

Merujuk sosiologi klasik Emile Durkheim (Division of Labour, 1893) mengenai solidaritas sosial, sistem masyarakat modern ditopang oleh solidaritas organik yang berarti hubungan saling membutuhkan karena spesialisasi kerja. Nalar dalam solidaritas ini adalah ketergantungan fungsional diantara para anggotanya, bukan dilandaskan pada nalar mekanis yang berlandaskan identitas, etnis, atau agama. Satu aktor sosial selalu berupaya mempertahankan hubungan kerja dengan aktor lain karena ada fungsi yang diberikan secara timbal balik.

Sedikit memperluas konsep kerja Durkheim yang berpengertian normatif, kerja pada konteks malpraktik kekuasaan adalah korupsi. Dalam dunia kerja korupsi, ada yang spesialis membajak aturan hukum, spesialis lobi dan negosiasi, spesialis mark up data keuangan, sampai spesialis memberi remisi pada koruptor. Termasuk spesialis melemahkan lembaga anti korupsi seperti KPK. Penolakan politisi DPR di Komisi III untuk melakukan rapat dengan KPK sebenarnya adalah dalam rangka melaksanakan spesialisasi fungsi dan peran mereka dalam jejaring solidarisme koruptor. Hal ini merupakan fakta kasat mata yang tidak bisa ditolak oleh argumentasi politik apapun.

Berhadapan dengan solidarisme organik di dalam jejaring koruptor, tindakan pentingnya adalah mendisfungsi salah satu atau beberapa spesialisasi di dalam jejaring tersebut. Bahasa Durkheim, gagalnya fungsi dan peran di dalam pembagian kerja akan menciptakan kondisi anomi sosial. Yaitu kekacauan secara menyeluruh di dalam suatu sistem kerja, termasuk sistem kerja di dalam jejaring koruptor. Kondisi anomi akan memperlemah daya tahan secara organisasional dan psikologi kolektif. Pada kondisi lemah itulah jejaring solidarisme koruptor bisa dilawan dan dihancurkan. Salah satu contoh konkritnya adalah memproses segera kasus korupsi traveler cheque Miranda Goultom yg melibatkan jejaring koruptor di senayan.

Namun siapakah yang memiliki kemauan politik memecah jejaring solidarisme koruptor ini? Lembaga-lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan pun sedang sempoyongan karena di dalamnya pekat oleh jejaring solidarisme koruptor. Sedangkan presiden melalui menterinya rajin memberi remisi pada koruptor dan disibuki transaksi politik. DPR melalui Komisi III sudah jelas memposisikan berada pada spesialisasi mengerdilkan lembaga anti korupsi (KPK). Harapan rakyat saat ini tampaknya hanya bertumpu pada organisasi sipil dan lembaga pemberantasan korupsi KPK.

Opini: Novri Susan, Sosiolog Unair

 

Jejaring Solidarisme Koruptor

Anda telah membaca artikel berjudul: "Jejaring Solidarisme Koruptor" yang telah dipublikasikan oleh: Kanal PU. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan.

Artikel pertama kali dipublikasikan pada: 16 Des 2023

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *