Tanda-tanda bakat berkesenian sesungguhnya sudah nampak dalam diri Benjamin kecil, seperti dikisahkan Moenadji, kakak kelimanya yang akrab disapa Bang Kaji yaitu dimulai sejak zaman penjajah Belanda masih suka berpatroli dari rumah ke rumah dan berlanjut ke masa sekolahnya. Baca: Mengenang Masa Kecil Benjamin Suaeb
Sebagaimana anak-anak kala itu ia memulai Sekolah Dasar (dulu disebut Sekolah Rakyat) Bendungan Jago sejak umur 7 tahun. Sifatnya yang selalu periang, pemberani, kocak, pintar juga disiplin ditambah suara bagus dan banyak teman, tak jarang ia ditraktir teman-teman sekolahnya.
SD kelas 5-6 dilalui Ben kecil di SD Santo Yusuf Bandung ikut kakaknya yang tinggal di sana. Sebelum akhirnya ia kembali ke Jakarta untuk menjalani masa SMPnya di Taman Madya Cikini. Teman satu sekolahnya yang kini jadi pelawak adalah Ateng.
SMA-nya dijalanin Ben di perguruan yang sama, Taman Siswa Kemayoran.
Bang Kaji kala itu sudah bekerja di Kalimantan. Saya bilang ke Ben, lu sekolah yang bener, orang tua cuma sebelah (ibu). Bantuan keluarga sih ada. Dulu saya suruh kuliah hukum. Dia sempet kuliah satu tahun di Hukum UI. Padahal nilai-nilainya bagus tapi berenti. Kita sih udah bilang, awas lo sekolah nggak bener. Dipantau-pantau terus dari Kalimantan, tapi prestasinya tetep turun, ujar Bang Kaji.
Nikah = masa serius berkarya
Sejak menikah, Benjamin Suaeb mulai serius berkesenian: berolah vokal, main film, memproduksi program televisi, bahkan coba-coba berbisnis.
Serius menekuni musik baru dilakukan Benjamin justru ketika ia sudah membina rumah tangga tahun 1958. Meski sebelum menikahi Noni, ia sudah bermain musik dengan teman-teman sekampungnya (Kemayoran) dalam band Melodyan Boy — yang karena peraturan Presidan Soekarno tidak membolehkan sesuatu berbau Barat — kemudian diganti menjadi Melody Ria. Bang Kaji mengakui, band ini membawakan lagu-lagu Barat/Pop. Lokasi manggung pertama di Zanvoort (lidah Betawi menyebutnya Sampur), sekitar 3 km dari Ancol. Kadang di Cilincing.
Pokoknya maen musik buat ngehibur orang-orang yang baru turun dari kapal. Ben sempat pegang alat musik bongo, udah itu nyanyi (vokalis).
Anggota Melodyan Boy sempat gonta-ganti. Antara lain musisi kenamaan macam Imam Kartolo, Rachmat Kartolo, ada pula Joko, Timbul, Sudibyo, Zainin, Saidi Suaeb serta Benjamin Suaeb (vokalis). Dari sederet nama tersebut tinggal Zainin, lainnya sudah menghadap Yang Maha Kuasa.
Pertama kali kita ngiringin Bing Slamet, dengan lagu Es Lilin. Pimpinan band ini Rachman A. Benjamin jadi vokalis dengan lagu pertama Si Jampang, Nonton Bioskop, dan seterusnya sampai naik daun, ujar Zainin yang kini masih bekerja di salah satu TV Production di Jakarta.
Setelah itu, kisah Zainin, band ini makin banyak jam terbang (di tempat-tempat hiburan) meski waktu itu baru satu-dua. Kita ngehibur tentara-tentara. Jadi seniman Kodam, pake pakaian dines, dan harus tahu sandi juga. Lantas main di Jak Club (sekarang Setneg). Kita juga main di Hotel de Senders (sekarang di Harmoni), Sidang Laut, selain di Sampur. Seminggu penuh. Dulu band juga belum banyak. Kita bawain lagu pop terus gambang juga berhasil. Gambang modern, yang sekarang disebut campursari.
Si Denok mobil pertama
Tahun 60-70an, rekaman mereka masih berupa piringan hitam. Setelah tahun 71 baru dalam bentuk kaset. Dari beberapa karya Benjamin S yang mungkin anda kenal adalah Si Jampang (sekaligus debut perdananya), Kompor Mleduk (belakangan dibawakan lagi oleh band anak muda Harapan Jaya), Begini Begitu (bersama Ida Royani), termasuk Nonton Bioskop yang dibawakan oleh Alm. Bing
Slamet juga ciptaannya. Awal kesuksesan bermusik Ben sudah dapat dilihat secara materi, setidaknya untuk ukuran zaman itu. Misalnya, ia bisa menukar tambah motornya dengan mobil yang dinamai si Denok.
Kiprah lain adalah mulai main film. Honey Money and Jakarta Fair (1970) adalah debut perdananya di layar lebar. Ada dua film yang mengantarkannya menyabet gelar Pemeran Pria Terbaik dan meraih Piala Citra: Intan Berduri (1973) dan Si Doel Anak Modern (1976). Sibuk main dan bikin film sampai tahun 1992, sampai akhirnya terlibat dalam produksi sinetron seperti Si Doel Anak Sekolahan, Mat Beken, Begaya FM di samping variety show Benjamin Show. Semua itu dilakukannya di sela-sela tur ke berbagai kota maupun manca negara seperti ke Malaysia, Singapura.
Kesuksesan ini tak lepas dari peran abang-abangnya yang meminta Ben untuk konsentrasi pada karir dalam bidang seni. Sebab ia sempat jadi kondektur PPD, karyawan, namun dunia seni lebih pas untuk dirinya. Sebagai putra Betawi, ia memang potret dari karakter sukunya sendiri: terbuka pada segala bentuk akulturasi budaya tanpa menanggalkan jati dirinya, baik sebagai warga Betawi, manusia Indonesia, maupun seorang Muslim.
Beberapa identitas inilah yang kemudian menghantarnya sebagai budayawan yang tidak sebatas milik suku Betawi, melainkan aset bangsa Indonesia, bahkan mendapat tempat di manca negara.
Sayang, masih sedikit pihak-pihak yang dapat meneruskan dan atau meneladani sifat-sifat maupun hal-hal positif darinya sebagai seorang budayawan. Soal disiplin dalam bekerja dan beribadah misalnya. Betul-betul artis nggak pake jam karet. Jam 8 main, jam 6 udah maghrib di jalan atau di tempat. Waktu dan kejujuran dia pegang. Saya paling deket ama dia sih. Selain itu dia lucu. Saya tahu betul siapa dia, ujar Zainin yang juga sahabat dekat Ben.
Namun setidaknya, Ben sudah mewartakan hal-hal positif yang layak diikuti tersebut kepada siapa saja, tanpa kecuali kepada kelima anaknya dari istri pertamanya, Noni: Beib Habani (anda mengenalnya sebagai artis yang kerap muncul di TV), Bob Benito, Biem Triani, Beno Rachmat, dan Beni Pandawa.
Haji Benjamin Suaeb telah menghadap Sang Pencipta. Bukan saja masyarakat Betawi, banyak orang di luar komunitas ini merasa kehilangan atas kepergiannya yang sangat mendadak tersebut. Tokoh ini sepertinya bukan milik Betawi tapi sudah bisa diterima oleh semua golongan.
Mengenang Masa Remaja Benjamin Suaeb