Istilah kloning berasal dari bahasa Yunani yaitu clonos yang artinya ranting. Dalam bahasa Inggris kata cloning merupakan turunan dari kata clone dengan arti yang kurang lebih sama. Dalam bidang ilmu biologi, pengertian cloning atau kemudian dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia menjadi kloning bisa didefinisikan sebagai proses menghasilkan keturunan dari jenis yang sama dan secara genetik juga identik.
Pandangan Tentang Kloning
Proses kloning itu sendiri di jagat raya ini merupakan cara perkembangbiakan serangga, bakteri dan tumbuh-tumbuhan yang terjadi secara alami. Namun pengertian kloning dalam bidang bioteknologi menjadi lain karena di dalamnya merujuk kepada upaya-upaya yang dilakukan oleh manusia dengan memanfaatkan teknologi dalam hal menghasilkan salinan gen, sel bahkan organisme tertentu.
Dalam pengertian terakhir ini, kloning menjadi menuai masalah terutama ketika dikaitkan dengan moral dan dasar-dasar agama.
Pandangan terhadap Kloning Manusia
Kloning manusia menuai larangan dari segi agama, termasuk agama Islam. Dalam pandangan agama manapun disepakati bahwa untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan memperbanyak keturunan, manusia melakukan perkawinan. Secara biologis, seperti juga diterangkan dalam ajaran agama, dalam proses perkawinan itu terjadi pertemuan dua sel jantan (sperma) dan telur betina (ovum), terjadi di dalam rahim seorang perempuan.
Ketika seiring dengan perkembangan teknologi, lalu manusia ikut serta dalam proses memperbanyak keturunan tersebut dengan tidak mengikuti aturan dan tata cara yang telah ditetapkan Sang Pencipta, seperti halnya kloning pada manusia, lantas tak semua setuju bahkan tak sedikit yang menuding keberhasilan kloning itu sebagai bukti kegagalan agama.
Ketika teknologi bayi tabung ditemukan dan telah dipraktekkan pada sedikit pasangan terutama yang karena satu dan lain hal wanitanya ada masalah dengan rahim, masih juga menuai pro dan kontra apalagi dengan kloning. Kenapa kloning mendapat reaksi negatif? Kloning pada manusia dilakukan dengan cara rekayasa genetika tanpa melakukan pertemuan sel sperma dan ovum atau proses reproduksi secara aseksual yang selama ini hanya terjadi pada serangga, bakteri, cacing dan tanaman.
Rekayasa teknologi yang dilakukan pada kloning manusia adalah dengan cara membuat replika gen makhluk hidup atau menyalin gen dari sel-sel lain seperti sel rambut, otot dan lain sebagainya. Kemajuan teknologi inilah yang kemudian kloning dianggap melanggar sunatullah dalam melahirkan atau menghasilkan generasi baru makhluk hidup.
Di tengah badai yang terus menderas terhadap penemuan rekayasan teknologi kloning ini, seorang dokter ahli kandungan di Italia, Saverino Antinori, kepada majalah Oggi mengungkapkan keberhasilannya mengkloning tiga orang bayi dalam waktu bersamaan. Sebelum keberhasilannya itu, Antinori juga pernah membuat kalangan kedokteran tercengang dengan keberhasilannya membantu seorang perempuan berusia 63 tahun yang dinyatakan telah menopause, bisa melahirkan kembali. Menurut pengakuan Antinori, ia berhasil melahirkan dua bayi laki-laki dan seorang perempuan melalui proses kloning. Ketiga bayi itu hidup dan sehat.
Sekalipun di beberapa negara kloning manusia itu resmi dilarang, seorang dokter asal Amerika, dr. Panayiotis Zavos, mengaku telah berhasil mengkloning 14 embrio manusia dan sebelas embrio sudah ditanam pada rahim empat orang wanita. Sekalipun Zavos secara terbuka mengemukakan hasil kloning itu kepada surat kabar Inggris, namun ia tidak menjelaskan dimana dilakukan proses kloning itu dan kepada wanita mana ditanamkan embrio hasil kloningnya tersebut. Hanya yang jelas Zavos mengaku, keempat wanita yang dititipkan embiro hasil kloning itu berasal dari Inggris, Amerika Serikat dan Timur Tengah.
Berbeda dengan kebanyakan ilmuwan yang melakukan kloning, yakni meletakkan embiro hasil kloningnya di dalam tabung percobaan, dr. Panayiotis Zavos menitipkannya dalam rahim perempuan. Dokter kelahiran Cyprus ini lebih lanjut melanjutkan, ia melakukan rekayasa teknologi dengan menyalin gen dari sel manusia yang telah meninggal dunia, salah satu di antanya adalah dari sel darah seorang anak berusia 10 tahun yang meninggal dunia akibat kecelakaan. Zavos pun menjelaskan bahwa kedua orang tua anak itu menyetujui segala persyaratan yang diajukannya bila bayi hasil kloning dari anak itu bisa berhasil dilahirkan.
Pandangan tentang Kloning Hewan
Ketika keberhasilan rekayasa teknologi dalam bentuk kloning manusia masih menuai protes dan menjadi bahan perdebatan, pada tahun 1996, dunia digegerkan dengan keberhasilan tim ahli dari Roslin Institute, Skotlandia. Tim ahli yang terdiri dari Keith Campbell, Ian Wulmut dan rekan-rekannya itu berhasil mengkloning domba Dolly.
Sebelum Keith berhasil mengkloning domba, para ahli rekayasa teknologi pada tahun 1952 sebenarnya telah berhasil mengkloning Kecebong, lalu ahli lain berhasil mengkloning ikan yang dilakukannya pada tahun 1963, dan pada tahun 1986 seorang ahli lain mengungkapkan kepada dunia telah berhasil mengkloning tikus. Namun karena kloning ini termasuk keberhasilan Keith mengkloning domba selalu mendapat reaksi negatif dari berbagai kalangan agama dan para ahli dari beragam disiplin ilmu, upaya penelitian kloning selalu dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Sekalipun terus-menerus mendapat kecaman, toh para ahli rekayasa teknologi tetap saja menjalankan penelitian tentang kloning ini, sekalipun dilakukan diam-diam. Dalam hiruk-pikuk kecaman dan protes yang menderas, pada tahun 2000 kemudian tersiar kabar ada seorang ahli yang berhasil melakukan kloning pada kera, lalu pada tahun 2001 dilakukan pada lembu, sapi dan kucing.
Dua tahun tidak terdengar kabar, akhirnya pada tahun 2003 muncul berita tentang keberhasilan mengkloning kuda, kerbau, anjing dan srigala. Bahkan secara diam-diam pula tersiar kabar bahwa sejak tahun 2004 keberhasilan kloning pada kera, sapi, kucing dan lembu tersebut hak patennya telah dikomersilkan.
Pandangan tentang Kloning Tumbuhan
Kloning pada tumbuhan tak terlalu menuai protes karena secara alami tumbuhan melakukan proses reproduksinya secara aseksual atau bukan melalui perkawinan yang mempertemukan dua sel telur jantan dan betina. Penelitian rekayasa teknologi kloning pada tumbuhan terutama dilakukan karena obsesi manusia melahirkan dua jenis tumbuhan yang sama persis terutama pada tanaman-tanaman produktif. Kloning pada tumbuhan jauh telah lebih dahulu berkembang, yang kemudian dalam prakteknya kita mengenal cara cangkok, okulasi dan stek.
Ingin mencoba menerapkan teknologi kloning tumbuhan yang sederhana?Kita bisa melakukan pada wortel. Caranya sederhana, yaitu sebagai berikut:
- Pertama-tama untuk melakukan kloning, sediakan sebuah wortel, air, tusuk gigi, pisau dan toples.
- Setelah bahan-bahan yang diperlukan tersedia, cara selanjutnya adalah dengan memotong wortel bagian yang ada daunnya.
- Kemudian tusuk wortel tadi dengan tusuk gigi secara melintang.
- Maksud dari menusukkan tusuk gigi secara melintang ini adalah untuk menyangga agar wortel tidak tenggelam.
- Terakhir, tempatkan wortel yang telah ditusuk dengan tusuk gigi ke dalam toples yang telah berisi air. Perhatikan perkembangannya dalam 1-2 hari.
Bila upaya kloning wortel di atas berhasil, dalam waktu 1-2 hari kita akan mulai lihat tumbuhnya bakal daun kecil di bagian atas serta serabut akar-akar halus pada bagian bawah wortel. Kloningpun berhasil. Tetapi ingat ini hanya untuk kloning tumbuhan.
Pengertian Kloning dan Pandangan Tentang Kloning